7.KELEMAHAN BADAN PEMERIKSA KOPERASI


.

A. Ruang Lingkup Pemeriksaan
Fenomena yang sering terjadi dalam laporan yang dibuat oleh seseorang atau suatu manajemen baik itu laporan keuangan ataupun laporan non keuangan  cenderung tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor yang diantaranya adalah adanya ketidak jujuran yang dimiliki oleh penyusun laporan keuangan sehingga sering terjadi pemanipulasian data yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dan kadang kelemahan tersebut ditunjang pula oleh ketidak tahuan atau ketidak pahaman tentang standar pembuatan laporan keuangan tersebut baik yang menyusunnya maupun penggunanya.
Untuk meyakinkan kebenaran laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen koperasi, didalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian  yang berbunyi , “Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik”, maka dalam hal ini pengawas dan anggota koperasi berhak untuk meminta auditor selaku pemeriksa kinerja keuangan organisasi koperasi yang diberikan  wewenang penuh untuk memeriksa keabsahan laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen koperasi yang bersangkutan jika pengawas tidak mampu melakukannya.
Istilah auditing merupakan suatu proses pelaksanaan audit yang dalam hal ini digunakan definisi dari Mulyadi (1998:7) yang menyebutkan bahwa:“Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.
Definisi dari Mulyadi(1998:7) tentang  auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang dapat diuraikan sebagai berikut : “Suatu Proses Sistematik artinya auditing merupakan suatu rangkaian langkah yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan”.
Untuk Memperoleh Dan Mengevaluasi Bukti Secara Objektif artinya proses pengauditan ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
Pernyataan Mengenai Kegiatan Dan Kejadian Ekonomi artinya kegiatan dan kejadian ekonomi yang dimaksud adalah hasil proses Akuntansi yang menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan.
Menetapkan Tingkat Kesesuaian artinya pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan data tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Kriteria Yang Telah Ditetapkan artinya kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai pernyataan (hasil proses akuntansi) dapat berupa:
1.      Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif.
2.      Anggaran atau prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen.
3.      Prinsip akuntansi berterima umum.
Penyampaian Hasil artinya Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi yang disampaikan secara tertulis dalam bentuk laporan audit yang dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan.
Pemakai Yang Berkepentingan artinya dalam dunia usaha yang termasuk kedalam pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan.
Menurut pendapat Munkner (1987:125) definisi dari Pemeriksaan yaitu:
“Pengertian umum Pemeriksaan (audit) berarti pengujuan secara sistematis atas buku-buku dan dokumen, yang dibuat perusahaan selama kegiatan perusahaan, dengan maksud memberikan penilaian apakah buku-buku dan perkiraan-perkiraan buku besar diselenggarakan secara: benar, lengkap, didukung oleh bukti-bukti secara mestinya dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum) dan bertujuan memberikan pendapat, apakah pembukuan dan laporan keuangan yang disajikan memberikan gambaran yang benar dan wajar mengenai perusahaan tersebut.”
Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan (audit) merupakan suatu proses pengevaluasian tentang laporan keuangan yang dibuat oleh suatu perusahaan dari mulai adanya dokumen yang  merupakan bukti dari sebuah transaksi sampai denag pembuatan laporan keuangan  yang dicatat dengan menggunakan pencatatan yang bersumber pada prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
B.  Pelaksana dan Jenis Pemeriksaan (Audit)
Dalam perusahaan yang berbadan hukum, manajemen perusahaan berkewajiban untuk dapat melakukan pertanggungjawaban operasional perusahaan baik tentang laporan keuangannya ataupun tentang non keuangannya. Perusahaan selain dapat meminta pelaksana jasa dari akuntan publik sebagai Audit Ekstern yang biasanya dianggap lebih netral dan objektif  dapat juga memiliki karyawan yang bertugas sebagai  pelaksana pemeriksa Kinerja Koperasi yang disebut dengan Audit Intern yang tentu saja harus bebas mental (independen).
Menurut Hadiwidjaya (1996:172) bahwa, “Bentuk pemeriksaan di dalam sebuah organisasi  koperasi  dapat digunakan istilah Internal Auditor Koperasi kepada karyawan koperasi di bawah naungan pengurus sedangkan istilah Ek sternal Auditor adalah Badan pemeriksa dari laporan pengurus untuk dilaporkan kepada anggota koperasi  yang dalam perangkat organisasi koperasi disebut dengan Pengawas”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penempatan istilah Eksternal Auditor adalah badan pengawas yang memiliki tugas untuk memeriksa kewajaran laporan keuangan koperasi  yang berada diluar kegiatan usaha pengurus bukan Akuntan Publik kecuali pengawas memiliki keterbatasan untuk melaksanakannya.
Profesi akuntan publik yang dikenal oleh masyarakat sebagai jasa audit hadir karena berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum di suatu negara yang memerlukan pengakuan tentang keabsahan laporan keuangannya yang akan digunakan untuk tujuan tertentu.
Jenis Audit umumnya dibagi menjadi 3 menurut Mulyadi (1998:28) yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit). Audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut yang harus sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Laporan Audit ini dibagikan kepada para pemakai Informasi Keuangan.
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit). Audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria.
3. Audit Operasional (Operational Audit). Audit yang merupakan pemantauan secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu
Tujuan dari audit operasional ini yaitu untuk: mengevaluasi kinerja; mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan; dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Dalam suatu perusahaan koperasi ataupun bukan koperasi ketiga tipe audit diatas sebaiknya memang dilakukan, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua perusahaan melakukan hal itu melainkan hanya  dilakukan sebagian ataupun terkadang  tidak sama, sekali hal ini  dikarenakan adanya  keterbatasan yang dimiliki oleh setiap perusahaan.
  1. Kedudukan Hukum Pemeriksaan Dalam Organisasi Koperasi
  1. Sumber hukum
Sumber hukum pemeriksaan dalam organisasi koperasi terdiri dari: Pasal 40 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, aturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam Penyataan Standar Akuntansi Keuangan tentang sistem pencatatan akuntansi koperasi dan Standar Profesional Akuntan Publik tentang standar auditing dan juga keputusan-keputusan menteri yang menunjang tentang diwajibkannya pelaksanaan audit didalam organisasi koperasi.
  1. Akuntabilitas Koperasi sebagai hubungan hukum antara perangkat organisasi koperasi dengan anggotanya
Koperasi merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum dan dimiliki oleh anggota yang merupakan pemakai jasa (users) sedangkan badan usaha lain (perusahaan-perusahaan) pada dasarnya dimiliki oleh para penanam modalnya (investor). Perbedaan kepemilikan ini yang merupakan sumber dari perbedaan antara badan usaha koperasi dengan perusahaan- perusahaan bukan koperasi selain perbedaan dalam tujuannya.
Badan usaha yang bukan  koperasi biasanya bertujuan untuk mendapatkan laba yang setinggi-tingginya  dengan modal yang sekecil-kecilnya cenderung mendekati prinsip ekonomi, akan tetapi di dalam organisasi koperasi tujuan utamanya bukan untuk mencari laba  yang setinggi-tingginya akan tetapi berupaya untuk mensejahterakan anggotanya.
Upaya yang dilakukan oleh suatu organisasi koperasi  dalam mensejahterakan anggotanya tidak dapat lepas dari besarnya partisipasi yang diberikan anggota. Keaktifan seorang anggota dapat diwujudkan antara lain dengan bersedianya secara pribadi menjadi pengurus atau pengawas koperasi yang  harus memiliki akuntabilitas yang baik .Pengertian akuntabilitas tersebut menurut Dep KUKM (2003:5)”Akuntabilitas diartikan sebagai  suatu  kemampuan mempertanggungjawabkan atas tugas-tugas yang telah dijalankan terhadap pihak-pihak yang seharusnya atau patut menerima pertanggungjawaban.”
Anggota koperasi yang merupakan pemilik mutlak suatu organisasi koperasi harus mendapatkan informasi tentang keberadan koperasi yang dapat dilihat dalam laporan pengurus yang berisikan tentang laporan keuangan ataupun laporan tentang kegiatan usaha koperasi yang biasanya diberikan kepada para anggota  dalam setiap Rapat Anggota. Suatu badan usaha dalam proses organisasinya harus memiliki catatan yang berhubungan dengan keuangan ataupun non keuangan secara terinci dan dapat dipertanggungjawabkan yang dalam hal ini didalam organisasi koperasi pertanggungjawaban ini harus dilakukan kepada seluruh anggota yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu satu tahun satu kali dalam rapat anggota tahunan.
3.      Keabsahan  Hukum Pemeriksaan (Audit) Koperasi
Laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh pengurus seharusnya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disetujui oleh anggota, akan tetapi kalaupun terdapat penyimpangan harus disetai dengan alasan yang jelas dan ada pembuktiannya, sehingga disinilah diperlukannya auditor untuk mengaudit laporan yang telah dibuat oleh pengurus koperasi tersebut.
Proses pemeriksaan  hasil laporan akhir dari pengurus koperasi dapat dilakukan oleh badan pemeriksa yang ada dalam organisasi koperasi (Internal Audit) yang diangkat oleh pengawas dengan persetujuan anggota atau  dilakukan  oleh pengawas sendiri yang merupakan salah satu perangkat organisasi koperasi,            dengan catatan keduanya memiliki pengetahuan tentang proses pemeriksaan yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan juga memiliki sifat yang jujur dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun (indipenden). Sedangkan jika menggunakan pemeriksa dari luar organisasi koperasi (Eksternal Audit) harus meminta jasa dari Akuntan Publik yang independen.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam organisasi koperasi yaitu  “Pemeriksaan  yang terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan Formal dan pemeriksaan Material” menurut pendapat Munkner (1987:136). Pendapat tersebut pada prinsipnya  hampir sama dengan penggolongan audit menurut Mulyadi, akan tetapi Munkner memisahkan pemeriksaan itu menjadi 2 jenis sedangkan Mulyadi, menjadi 3 jenis.
Perbedaan jenis-jenis pemeriksaan keuangan yang dapat dilakukan oleh seorang pemeriksa menurut Munkner (1987: 137)  yaitu:
a.      Pemeriksaan Keuangan Formal yaitu pemeriksaan yang berkenaan dengan ketetapan matematis hasil pengelolaan manajemen yang diperlihatkan dalam neraca keuangan.
b.      Pemeriksaan Material yaitu pemeriksaan yang berkenaan dengan penilaian yang objektif tentang kualitas pengelolaan manajemen selama periode tertentu.
Terhadap laporan keuangan koperasi  yang digolongkan kedalam pemeriksaan formal hukum yang berlaku yaitu Pernyataan Standar Akuntansi   No. 27 (Revisi 1988) Tentang Akuntansi Perkoperasian yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia Per 1 Oktober  2004 dari halaman 27.1 sampai dengan 27.18 yang merupakan panduan proses pencatatan keuangan yang dimulai dari adannya transaksi sampai menghasilkan laporan keuangan yang berlaku umum. Sedangkan pelaksanaan pemeriksaannya baik yang dilakukan oleh internal audit ataupun eksternal audit harus berdasarkan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 02 sampai dengan PSA No. 58 yang  dikeluarkan  oleh Ikatan Akuntan Indonesia  Per 1 Agustus 1994 yang berisikan tentang aturan-aturan pengauditan yang telah berlaku umum.
Pemerksaan Material seharusnya dilakukan pula pada suatu organisasi koperasi meskipun penilaiannya sulit, karena berhubungan dengan pengambilan keputusan atau kebijaksanaan yang cenderung sering berubah-ubah sesuai dengan keadaan pada saat dipilihnya alternatif yang terbaik sesuai dengan pertimbangan yang akurat. Kedua jenis pemeriksaan ini sangat dibutuhkan dalam penilaian klasifikasi Koperasi yang ditetapkan dalam 4 (empat) peringkat sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia No. 129/KEP/M.KUKMI/XI/2002 Tentang Pedoman Klasifikasi Koperasi.
Hasil dari suatu pemeriksaan Keuangan dalam suatu organisasi koperasi baik yang dihasilkan oleh audit intern maupun audit ekstern pada prinsipnya memiliki fungsi yang sama untuk memberikan laporan tentang keabsahan dan kewajaran Laporan Keuangan tersebut yang akan disampaikan pada anggotanya, akan tetapi jika pemeriksaan Keuangannya dilakukan oleh audit eksternal dalam hal ini akuntan publik maka kemampuan laporan hasil pengauditan dapat digunakan lebih luas lagi yaitu antara lain kepada Bank jika akan meminjam modal atau kepada Investor sebagai penanam modal dan lain sebagainya.
Hasil laporan audit memiliki keabsahan hukum, karena telah melakukan proses pembuktian dari hasil pemeriksaan dengan memberikan laporan pendapat yang di terbitkan oleh auditor yang independen dengan memiliki kekuatan hukum yang kuat. Proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar auditing yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia dengan cara memeriksa semua proses finansial dari mulai terjadi transaksi (perjanjian) yang menghasilkan bukti transaksi sampai pembuatan laporan  keuangan koperasi yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 Tentang Akuntansi Perkoperasian yang meliputi Neraca, Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Anggota, dan catatan atas laporan keuangan yang diterima umum dengan seluruh hasil sesuai dengan kenyataannya.
Aturan Hukum Pemeriksaan Koperasi terdapat dalam pasal 40 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian  yang berbunyi bahwa Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik yang dalam penjelasannya dipaparkan  bahwa pelaksanaan pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka, dan melindungi pihak yang berkepentingan dengan cara pemeriksaan (audit) terhadap laporan keuangan dan laporan lainnya sesuai dengan keperluan koperasi.
Aturan hukum yang lain yang digunakan sebagai dasar proses pemeriksaan dalam Koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 27  Per 1 Oktober 2004 (Revisi 1998) Tentang Akuntansi Perkoperasian yang harus digunakan dalam laporan material suatu organisasi koperasi. Sedangkan untuk auditornya yaitu harus sesuai dengan Standar Auditing  yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Agustus 1994 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Risiko merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia usaha. Salah satu yang perlu dilakukan agar menghidari terjadinya risiko yang tidak diinginkan maka pemeriksaan (audit)merupakan salah satu cara untuk memproteksinya. Pemeriksaan yang dilakukan didalam suatu badan usaha harus memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat diganggu gugat karena berhubungan dengan suatu laporan keadaan  sebenarnya dan seadanya tentang sesuatu hal yang diperiksa.
Oranisasi koperasi yang merupakan suatu badan usaha yang memiliki stakeholders yang dalam proses kerjanya bertujuan untuk mensejahterakan anggota, dengan meminimalkan risiko yang tidak diinginkan dengan cara yang telah diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan sistem kerja koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota, alangkah lebih baiknya jika dapat pula mengikuti peraturan pemerintah yang sebenarnya ditujukan kepada BUMN dengan penerapan Good Corporate Governance nya.
Definisi good corporate governance menurut Forum for Corporate Governance of Indonesia (FCGI) dalam Soembodo dkk (2003:26)yaitu,
“….seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara, pemegang, pengurus (pengelola) perusahan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).”
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance ini meliputi:
1.      Transparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;
2.      Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
3.      Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4.      Pertanggung jawaban yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
5.      Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan keorganisasian koperasi memang seharusnya dilaksanakan seluruhnya, karena jika prinsip-prinsip tersebut  terlaksana dengan baik maka hasil dari pemeriksaan terhadap kinerja organisasi koperasi yang dilakukan oleh seorang auditor akan melaporakan keberadaan organisasi koperasi baik itu dalam segi finansial ataupun tingkat kesehatannya dalam kategori yang tidak mengalami penyimpangan-penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA


Post a Comment